Jumat, 26 April 2019

musuh alami

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI
(PNA 2533)
ACARA II
Pengenalan Musuh Alami Hama





Oleh :
Rombongan 1
Kelompok 3


1.        Prihatini Puji L.                (A1D016137)
2.        Delfita Mutiara A.L          (A1D016145)
3.        Zaqiatul Fakhiroh             (A1D016229)
4.        Muhammad Fahmi           (A1D115054)
5.        Nur Khasanah M.             (A1D116003)





KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
PURWOKERTO
2018
I.         PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pengendalian terhadap hama tanaman saat ini masih bertumpu pada penggunaan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik secara terus-menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Suwahyono (2009), menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan hayati termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini metode pengendalian telah diarahkan pada pengendalian secara hayati.
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya dilakukan dengan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami (Sunarno, 2012).
Setiap komunitas serangga termasuk serangga hama dapat diserang atau menyerang organisme lain. Organisme yang dapat menyerang atau memangsa hama musuh alami. Hampir semua kelompok organisme berfungsi sebagai musuh alami serangga hama, termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, dan invertebrata diluar serangga. Kelompok musuh alami yang paling banyak adalah dari golongan serangga. Berdasarkan fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi, parasitoid, predator dan patogen (Ditlintan, 2004). Pengenalan musuh alami perlu dilakukan untuk mengetahui jnis musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman.

B.        Tujuan
Praktikum acara pengenalan musuh alami hama bertujuan sebagai berikut.
1.        Mengetahui jenis musuh alami hama tanaman.
2.        Mengetahui perbedaan cara hidup musuh alami hama tanaman.

C.      Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari praktikum ini yaitu
1.        Diperolehnya pengetahuan mengenai jenis musuh alami hama tanaman.
2.        Diperolehnya pengetahuan mengenai perbedaan cara hidup musuh alami hama tanaman.









II.      TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengendalian Hayati Hama
Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas tanaman seperti penerapan tanaman tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme-mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan (Untung dan Sudomo, 1997).
Saat ini, pengendalian hama mulai menggunakan pendekatan ekologi. Strategi pendekatan ekologi sebagai dasar pengendalian hama secara hayati ini meminimalkan risiko yang merugikan dengan melakukan pengelolaan segala komponen pada lingkungan tersebut (Aprilianto dan Sarno, 2018). Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didifinisikan sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alami hingga kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian (Sunarno, 2012).
pengendalian hayati memiliki keuntungan yaitu : (1) aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2) tidak menyebabkan resistensi hama, (3) musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya, dan (4) bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alaminya. Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan seperti : (1) hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat, (2) diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana, (3) dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus dan (4) teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai (Jumar, 2000).

B.       Musuh Alami
Salah satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Teori mendasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya. Taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut pengendalian hayati (Untung, 2006).
Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatakan musuh alami untuk secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila factor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Henuhili dan Aminatun, 2013). Berdasarkan dari fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi, parasitoid, predator dan patogen (Ditlintan, 2004).
Konservasi musuh alami sangat berkaitan erat dengan cara pengelolaan lahan pertanian (agroekosistem) atau modifikasi faktor lingkungan. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkatan equilibrium position atau fluktuasi populasi hama dan musuh alami menjadi seimbang sehingga tidak akan terjadi ledakan hama (Maredia, et al., 2003).

C.      Musuh Alami kelompok Predator
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa serangga lain (Sunarno, 2012). Serangga predator adalah serangga yang memangsa serangga lain untuk kelangsungan hidupnya. Ukuran predator biasanya lebih besar dan ukuran mangsanya. Biasanya yang bersifat pemangsa adalah stadia aktif (larva/nimfa dan dewasa). Beberapa predator, terutama dewasanya, memakan nektar atau embun madu sebagai makanan tambahan, bahkan beberapa kepik pemangsa juga mengisap cairan tanaman, tetapi tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Serangga predator atau pemangsa sering dijumpai pada pertanaman dalam jumlah banyak, sehingga berperan penting dalam mengendalikan populasi hama. Keberadaan predator pada suatu pertanaman sangat membantu dalam menekan populasi serangga hama, karena sifatnya yang aktif mencari mangsa dan relatif lebih toleran terhadap insektisida. Oleh karena itu, tindakan pelestarian (dengan tidak menyemprotkan insektisida pada pertanaman terlalu awal) dapat meningkatkan populasi predator, sehingga pemangsa-pemangsa tersebut dapat berperan sebagai faktor mortalitas biotik yang potensial (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Jumar (2000) menyatakan bahwa hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah :
1.        Coleoptera, misalnya Colpodes rupitarsis dan C. saphyrinus (famili Carabidae) sebagai predator ulat penggulung daun Palagium sp., Harmonia octamaculata (Famili Coccniellidae) sebagai predator kutu Jassidae dan Aphididae.
2.        Orthoptera, misalnya Conocephalus longipennis (famili Tetigonidae) sebagai predator dari telur dan larva pengerek batang padi dan walang sangit.
3.        Diptera, misalkan Philodicus javanicus dan Ommatius conopsoides (famili Asilidae) sebagai predator serangga lain. Syrphus serrarius (famili Syrphidae) sebagai predator berbagai jenis aphids.
4.        Ordonata, misalnya Agriocnemis femina femina dan Agriocnemis pygmaea (famili Coecnagrionidae) sebagai predator wereng coklat dan ngengat hama putih palsu. Anax junius (famili Aeshnidae) sebagai predator dari beberapa jenis ngengat.
5.        Hemiptera, misalnya Cyrtorhinus lividipenis (famili Miridae) sebagai predator telur dan nimfa wereng coklat dan wereng hijau.
6.        Neuroptera, misalnya Chrysopa sp. (famili Chrysopidae) sebagai predator berbagai hama Apids sp.
7.        Hyminoptera, misalnya Oecophylla smaragdina (famili Formasidae) sebagai predator hama tanman jeruk.

D.      Musuh Alami kelompok Parasitoid
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit (Sunarno, 2012).
Menurut Untung (2006), faktor-faktor yang mendukung efektifitas pengendalian hama oleh parasitoid adalah: (1) daya kelangsungan hidup (Survival) baik, (2) hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya, (3) populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi inang rendah, (4) sebagian parasitoid monofag, atau oligofag sehingga memiliki kisaran inang sempit. Sifat ini menyebabkan populasi parasitoid memiliki respon numerik yang baik terhadap perubahan populasi inangnya.
Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang:
1.         Parasitoid telur yaitu parasit yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasit. Contoh: Anagrus optabilis
2.         Parasitoid larva yaitu parasit yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat. Contoh: Apenteles erionotae
3.         Parasitoid pupa yaitu parasit yang menyerang inang yang berada pada fase pupa atau kepompong. Contoh Opius sp
4.         Parasitoid imago: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase imago atau serangga dewasa. Contoh: Aphytis chrysomphali (Sunarno, 2012).
Perbedaan karakter parasitoid dan predator telah banyak dihimpun oleh para pekerja pengendalian hayati. Perbedaan ini terutarna ditekankan pada pola interaksi antara parasitoid atau predator dengan inang atau mangsanya (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Tabel 2. Perbedaan antara parasitoid dan predator.
No.
Parasitoid
Predator
1.
Terdiri hanya dan kelompok serangga.
Terdiri atas berbagai macam kelompok bewan tidak bertulang belakang (Invertebrata) dan hewan bertulang belakang (Vertebrata).
2.
Bersifat spesifik inang (biasanya hanya satu atau beberapa spesies inang).
Biasanya tidak bersifat spesifik mangsa tetapi spesifik terhadap tipe mangsa.
3.

Berukuran lebih kecil atau sama dengan inangnya
Berukuran sama atau lebih besar daripada mangsanya.
4.

Memarasit hanya satu inang untuk
melengkapi siklus hidupnya.
Memangsa lebih dan satu mangsa untuk melengkapi siklus hidupnya.
5.
Inang mati setelah beberapa waktu.
Mangsa mati seketika.
6.
Hanya menyerang serangga.
Memangsa bermacam-macam kelompok hewan
Sumber: (Nurindah dan Indrayani, 2002).


E.       Musuh Alami kelompok Patogen
Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian serangga hama, maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami serangga hama selain predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian. Beberapa patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga (Sunarno, 2012).
Oleh karena kemampuanya membunuh serangga hama sejak lama patogen digunakan sebagai agen penendali hayati (biological control agens). Penggunaan patogen sebagai pengendali hama sejak abab ke-18 yaitu pengendali hama kumbang moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur (Sunarno, 2012). Musuh alami serangga hama dan kelompok rnikroorganisme yang juga disebut patogen serangga (entomopatogen) terdiri atas empat kelompok yaitu virus, bakteri, jaur, dan nematoda. Pemanfaatan entomopatogen dalam program pengendalian hayati adalah digunakannya entompatogen tersebut dalam suatu formulasi bioinsektisida (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Jamur yang menginfeksi serangga disebut Jamur Entopatogenik. Saat ini telah dikenal lebih dari 750 spesies jamur entopatogenik dan sekitar 100 genera jamur. Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk kedalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan tetapi langsung masuk kedalam tubuh melalui kulit atau integumen. Setelah konodia jamur masuk kedalam tubuh serangga, jamur memperbanyak diri melalui pembentukan hife dalam jaringan epicutikula, epidermis, hemocoel serta jaringan-jaringan lainnya, dan pada akhirnya semua jaringan dipenuhi oleh miselia jamur. Ada beberapa jamur yang dapat mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat mempengaruhi fisiologis serangga (Sunarno, 2012).

















III.      METODE PRAKTIKUM
A.      Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu beberapa serangga parasitoid dan predator serta jamur entomopatogen. Alat yang digunakan meliputi cawan petri, kaca pembesar, alat tulis, kamera dan buku acuan.

B.       Prosedur Kerja
1.        Musuh alami yang telah tersedia diamati morfologinya.
2.        Musuh alami dan bagian tubuhnya digambar serta diberi keterangan.
3.        Hasil dibandingkan dengan literatur.











IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
Terlampir (Pada halaman )

B.       Pembahasan
Menurut Untung (2006) menyatakan bahwa PHT lebih mengutamakan pengendalian dengan memanfaatkan peran berbagai musuh alami hama. Musuh alami adalah organisme di alam yang dapat membunuh serangga, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan.
Musuh alami serangga hama merupakan agensia hayati yang berperan sebagai salah satu faktor pembatas perkembangan populasi serangga hama. Dalam pengendalian hama secara hayati, musuh alami serangga hama merupakan agensia yang dimanfaatkan untuk menekan populasi hama. Secara ekologi, pengertian pengendalian hayati adalah pengaluran yang dilakukan oleh musuh alami dalam mengendalikan populasi serangga hama pada tingkat yang rendah. Dengan demikian, musuh alami merupakan faktor mortalitas biotik utamra bagi perkembangan populasi serangga hama (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Musuh alami serangga hama secara umum terdiri atas tiga kelompok, yaitu parasitoid, predator, dan patogen serangga. Parasitoid merupakan serangga yang hidupnya memarasit kehidupan inangnya, yang akhirnya menyebabkan kematian inangnya tersebut. Predator merupakan pemangsa, memakan mangsa secara langsung, sehingga segera menyebabkan kematian. Patogen serangga merupakan mikroorganisme yang menginfeksi dan menyebabkan serangga menjadi sakit dan kemudian mati. Parasitoid dan predator disebut sebagai musuh alami serangga hama dan kelompok arthropoda, sedangkan patogen serangga juga disebut sebagai musuh alami serangga hama dan kelompok mikroorganisme (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Pengendalian hayati pada hama tanaman dengan menggunakan jamur entomopatogen merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan sebab relatif murah, mudah dilakukan dan bersifat ramah lingkungan. Ravensberg (2010) menginformasikan bahwa jamur entomopatogen memainkan peranan penting sebagai patogen serangga dan dapat menekan serangga melalui epizootic di alam. Jamur dapat menginfeksi rentang yang sangat luas dari serangga termasuk larva Lepidoptera (Kulkarni and Lingappa, 2002), nematoda (Kiewnick and Sikora, 2006), kutu daun (Ujjan and Shahzad, 2012) dan thrips (Ugine et al., 2005) yang banyak menimbulkan masalah besar pada tanaman pertanian di seluruh dunia.
Hasil praktikum acara 2 pengenalan musuh alami hama didapatkan hasil sebagai berikut. Musuh alami yang diamati yaitu predator antara lain tomcat, laba-laba, kumbang koksi, lalat pemburu, jamur entomopatogen Metarhizium sp. dan B. bassiana.
1.        Tomcat (Paederus spp.)
Berdasarkan pengamatan, tomcat memiliki bagian tubuh yaitu kepala (caput), antenna, thorax, abdomen. kaki, dan sengat. Menurut Singh and Ali (2007), kumbang tomcat atau kumbang Paederus termasuk ordo Coleoptera dan famili Staphylinidae. Kumbang ini memiliki lebih dari 622 spesies salah satu di antaranya terdapat di Indonesia, yaitu Paederus fuscipes Curtis. Kumbang tomcat berukuran panjang 7-10 mm dan lebar 0,5 mm. Tubuhnya ramping dengan ujung bagian perut (abdomen) meruncing, dada (thorax) dan perut bagian atas berwarna merah muda hingga tua, serta kepala, sayap depan (elytra), dan ujung perut (dua ruas terakhir) berwarna hitam. Sayap depannya pendek, berwarna biru atau hijau metalik bila dilihat dengan kaca pembesar. Sayap depan yang keras menutupi sayap belakang dan tiga ruas perut pertama. Sayap belakang digunakan untuk terbang. Meskipun dapat terbang, kumbang lebih suka berlari dengan gesit. Kumbang memiliki kebiasaan yang mudah diidentifikasi, yakni melengkungkan bagian perutnya bila diganggu dan sedang berlari (Arifin, 2012).
Gambar 1. Tomcat
(Zaqia, 2018)

Related image
Gambar 2. Paederus spp.
(Arifin, 2012)


2.        Laba-laba (Lycosa sp.)
Berdasarkan pengamatan, laba-laba memiliki bagian tubuh yaitu kepala, pedipalp, kaki, cepalothorax, dan abdomen. Menurut Pradhana et al., (2014), laba-laba ini mempunyai ukuran 7 - 10 mm, merupakan hewan berbuku-buku, pada tungkai terdapat duri-duri yang panjang dengan mata berbentuk segi enam, matanya berwarna gelap (hitam). Laba - laba ini merupakan laba-laba aktif yang memburu mangsanya. Mangsa/ inang adalah aphid sp dan kutu daun.
Gambar 3. Laba-laba
(Zaqia, 2018)

3.        Kumbang koksi (Epilachna admirabilis)
Berdasarkan pengamatan, kumbang koksi memiliki bagian tubuh yaitu kepala, antenna, elytra, abdomen, kaki, dan pronotum. Kumbang koksi adalah salah satu serangga dari ordo Coleoptera Famili Coccinellidae. Secara umum mempunyai bentuk  tubuh  bulat,  panjang  tubuh  antara  8-10 mm. Kumbang koksi  mempunyai  ciri  khas  pada sayap  berwana  merah  dengan  garis  dan  bercak  hitam  yang bervariasi. Kumbang koksi dikenal   sebagai sahabat petani karena beberapa anggotanya memangsa serangga hama seperti spesies aphid.  Walaupun demikian,  ada  beberapa  spesies koksi yang  juga  memakan  daun  sehingga  menjadi  hama  tanaman,  yaitu  dari  sub famili Epilachninae. Serangga ini memakan daun dari family Solanaceae (Estiarana, 2012).
Kumbang koksi (Epilachna admirabilis) memiliki penampilan yang   cukup khas sehingga mudah dibedakan dari serangga lainnya. Tubuhnya berbentuk bulat dengan sayap keras di punggungnya yang disebut dengan elytra. Elitra berwarna oranye ditambah dengan pola seperti totol-totol berwarna hitam yang bervariasi pada tiap individu. Elitra pada E. admirabilis telihat kusam tidak mengkilat. Fungsi elitra adalah sebagai pelindung sayap belakang. Sayap belakang berwarna bening dan dilipat di bawah sayap depan. Saat terbang, E. admirabilis mengepakkan sayap belakangnya secara cepat, sementara sayap depan direntangkan untuk menambah daya angkat (Trisnadi, 2010).
Gambar 4. Kumbang koksi
(Zaqia, 2018)

Gambar 5. Kumbang koksi
(Rahmansah, et al., 2014
.
4.        Lalat Pemburu
Berdasarkan pengamatan, bagian tubuh lalat pemburu terdiri dari kepala, abdomen, sayap, mesothorax, kaki, dan antenna. Menurut Simanjuntak (2002), Lalat buas/pemburu adalah pemangsa hama yang efektif. Lalat ini memakan banyak jenis serangga, dan dapat mengakap mangsa yang lebih besar. Sebagian lalat buas memangsa serangga yang terbang, dan sebagian memangsa serangga yang hinggap di tanaman atau di permukaan tanah. Lalat buas juga menangkap kumang penggerek buah kopi yang sedang terbang dari buah ke buah lainnya pada siang hari.
Gambar 6. Lalat Pemburu
(Zaqia, 2018)
.
Related image
Gambar 7. Lalat pemburu memangsa serangga hama
(Simanjuntak, 2002)

5.        Jamur Entomopaogen Metarhizium
Berdasarkan pengamatan, jamur Metarhizium sp. mempunyai koloni berwarna kuning kehijauan dan menyebar memenuhi seluruh cawan. Menurut Trizelia et al., (2015), koloni isolat Metarhizium dengan warna kuning kehijauan dan putih kekuningan. Wulandari (2011) juga menyatakan bahwa isolat Metarhizium spp yang berasal dari rizosfer tanaman cabai memperlihatkan warna koloni yang kuning kehijauan. Karakterisitik dari cendawan Metarhizium dibuktikan secara mikroskopis. Konidiofor cendawan tersusun tegak, berlapis, dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, sedangkan bentuk dari konidia cendawan bersel satu berwarna hialin, dan berbentuk bulat silinder.
Gambar 7. Isolat jamur Metarhizium
(Zaqiatul Fakhiroh, 2018)

Gambar 8. Isolat jamur Metarhizium dari tanaman tomat
(Trizelia et al., 2015)
Gambar 9. Gambar mikroskopis jamur Metarhizium A=Konidiofor, B=Konidia
(Trizelia et al., 2015)

6.        Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana
Berdasarkan hasil pengamatan, koloni jamur B. bassiana berwarna putih pekat, berbentuk bulat melebar. Menurut Trizelia et al., (2015) cendawan Beauveria berwarna putih dengan penampilan seperti ditutupi bedak. Karakterisitik dari cendawan Beauveria dibuktikan secara mikroskopis. Konidiofor cendawan berbentuk tegak dan tunggal dengan ujung konidiofor yang meruncing. Ujung konidiofor terdapat konidia yang berbentuk bulat, bersel satu dan berwarna hialin.
Gambar 10. Biakan jamur B. bassiana
(Zaqia, 2018)


Gambar 11. Penampang makroskopis jamur B. bassiana
(Trizelia et al., 2015)


Gambar 12. Penampang mikroskopis jamur B. bassiana
A=Konidiofor, B=Konidia
(Trizelia et al., 2015)















V.      KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Musuh alami serangga hama merupakan agensia hayati yang berperan sebagai salah satu faktor pembatas perkembangan populasi serangga hama. Musuh alami serangga hama secara umum terdiri atas tiga kelompok, yaitu parasitoid, predator, dan patogen serangga. Musuh alami golongan predator pada praktikum ini yaitu tomcat (Paederus fuscipens), Coccinella, laba-laba (Araneae), dan lalat pemburu, sedangkan musuh alami golongan patogen yaitu jamur entomopatogen Metarhizium sp. dan B. bassiana.
2.        Parasitoid merupakan serangga yang hidupnya memarasit kehidupan inangnya, yang akhirnya menyebabkan kematian inangnya tersebut. Predator merupakan pemangsa, memakan mangsa secara langsung, sehingga segera menyebabkan kematian. Patogen serangga merupakan mikroorganisme yang menginfeksi dan menyebabkan serangga menjadi sakit dan kemudian mati.

B.       Saran
Sebaiknya, musuh alami yang diamati lebih banyak dan beragam terutama pada golongan parasitoid agar praktikan lebih banyak mendapat pengetahuan tentang jenis-jenis musuh alami.


DAFTAR PUSTAKA
Apriliyanto, E. dan Sarno. 2018. Pemantauan keanekaragaman hama dan musuh alami pada ekosistem tepi dan tengah tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Scientific Journal. 35(2): 69-74.

Arifin, M. 2012. Pengelolaan kumbang tomcat sebagai predator hama tanaman dan penular penyakit dermatitis. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. 5(1): 58-64.

Dirjen Perlindungan Tanaman. 2004. Model Budidaya tanaman Sehat (Budidaya Tanaman Sayuran Secara Sehat Melalui Penerapan PHT). Departemen Pertanian, Jakarta.

Estiarana. 2012. Klasifikasi Kumbang Kepik Koksi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Henuhili. V dan T. Aminatun. 2013. Konservasi musuh alami sebagai pengendali hayati hama dengan pengelolaan ekosistem sawah. J. penelitian saintek. 18 (2): 29-40.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta.

Kiewnick, S and R.A. Sikora. 2006. Evaluation of Paecilomyces lilacinus strain 251 for the biological control of the northern root-knot nematode Meloidogyne hapla Chitwood. Nematology.  8(1): 69-78.

Kulkarni, N.S. and S. Lingappa. 2002. Pathogenicity of entomopathogenic fungus, Nomuraea rileyi (Farlow) Samson on lepidopterous pests. Karnataka Journal of Agricultural Sciences. 15(2): 293-298.

Maredia, K.M., Dakouo, D., and MotaSanchez, D. 2003. Integrated pest management in the global area. CABI Publishing, USA.

Nurindah dan Indrayani. 2002. Musuh Alami Serangga Kapas. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Pradhana, R.A.I., G. Mudjiono, dan S. Karindah. 2014. Keanekaragaman serangga dan laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional. Jurnal HPT. 2(2): 59-66.

Rahmansah, S., R. D. Puspitarini, dan R. Rachmawati. 2014. Kelimpahan populasi dan jenis kumbang coccinellid pada tanaman cabai besar. Jurnal HPT. 2(3): 82-91.
Ravensberg, W.J. 2010. A Roadmap to the successful development and commercialization of microbial pest control products for control of arthropods. Springer Dordrecht Heidelberg, London.

Simanjuntak. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Singh, G. and S.Y. Ali. 2007. Paederus dermatitis. Indian J. Dermatol. Venereol. Leprol. 73(1): 13–5.

Sunarno. 2012. Pengendalian hayati (biologi control) sebagai salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT). Journal Uniera. 1(2): 1-12.

Suwahyono, U. 2009. Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan Biopestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tizelia., N. Armon, dan H. Jailani. 2015. Keanekaragaman cendawan entomopatogen pada rizosfer berbagai tanaman sayuran. Proseding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(5): 998-1004.

Trisnadi, W., 2010. Produktivitas serasah mangrove di kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Jurnal Biologi. 2(3): 15-23.

Ugine, T.A., S.P. Wraight, M. Brownbridge and J.P. Sanderson. 2005. Development of a novel bioassay for estimation of median lethal concentrations (LC50) and doses (LD50) of the entomopathogenic fungus Beauveria bassiana, against western flower thrips, Frankliniella occidentalis. Journal of Invertebrate Pathology.  89: 210-218.

Ujjan, A.A. and S. Shahzad. 2012. Use of entomopathogenic fungi for the control of mustard aphid (Lipaphis erysimi) on canola (Brassica napus L.). Pakistan Journal of Botany. 44(6): 2081-2086.

Untung, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press, Yoyakarta.

Untung, K. dan M. Sudomo. 1997. Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Makalah Disampaikan Pada Simposim Entomologi, Bandung.

Wulandari, V.W. 2011. Karakterisasi morfologi dan fisiologi isolat cendawan Metharizium spp dari beberapa rhizosfir tanaman. Skripsi. Universitas Andalas, Padang.


LAMPIRAN
 
Tomcat dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)


 
Laba-laba dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)


 
Kumbang koksi dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)
 
Lalat pemburu dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)


  
Biakan jamur Metarhizium dan B. bassiana
(Zaqia, 2018)