LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI
(PNA 2533)
ACARA
II
Pengenalan Musuh Alami Hama

Oleh :
Rombongan 1
Kelompok 3
1.
Prihatini Puji L. (A1D016137)
2.
Delfita Mutiara A.L (A1D016145)
3.
Zaqiatul Fakhiroh (A1D016229)
4.
Muhammad Fahmi (A1D115054)
5.
Nur Khasanah M. (A1D116003)
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
PURWOKERTO
2018
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian terhadap hama tanaman saat ini masih bertumpu pada
penggunaan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik secara
terus-menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Suwahyono
(2009), menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan
hayati termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini
metode pengendalian telah diarahkan pada pengendalian secara hayati.
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara
biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali
biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah
suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasikan
musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya dilakukan dengan perbanyakan
musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Pengendalian alami merupakan proses
pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada
proses perbanyakan musuh alami (Sunarno, 2012).
Setiap komunitas serangga termasuk serangga hama dapat diserang atau
menyerang organisme lain. Organisme yang dapat menyerang atau memangsa hama
musuh alami. Hampir semua kelompok organisme berfungsi sebagai musuh alami
serangga hama, termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, dan invertebrata
diluar serangga. Kelompok musuh alami yang paling banyak adalah dari golongan
serangga. Berdasarkan fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi,
parasitoid, predator dan patogen (Ditlintan, 2004). Pengenalan musuh alami
perlu dilakukan untuk mengetahui jnis musuh alami yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama tanaman.
B.
Tujuan
Praktikum
acara pengenalan musuh alami hama bertujuan sebagai berikut.
1.
Mengetahui jenis musuh alami hama
tanaman.
2.
Mengetahui perbedaan cara hidup musuh
alami hama tanaman.
C. Manfaat
Manfaat
yang diharapkan dari praktikum ini yaitu
1.
Diperolehnya pengetahuan mengenai jenis
musuh alami hama tanaman.
2.
Diperolehnya pengetahuan mengenai
perbedaan cara hidup musuh alami hama tanaman.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengendalian
Hayati Hama
Salah
satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan
terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Budidaya tanaman monokultur
dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu
tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan
mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan
meningkatkan diversitas tanaman seperti penerapan tanaman tumpang sari, rotasi
tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan
stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme-mekanisme
alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies
dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati
dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan (Untung dan Sudomo,
1997).
Saat
ini, pengendalian hama mulai menggunakan pendekatan ekologi. Strategi
pendekatan ekologi sebagai dasar pengendalian hama secara hayati ini
meminimalkan risiko yang merugikan dengan melakukan pengelolaan segala komponen
pada lingkungan tersebut (Aprilianto dan Sarno, 2018).
Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didifinisikan
sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alami hingga kepadatan populasi organisme tersebut berada
dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian (Sunarno, 2012).
pengendalian
hayati memiliki keuntungan yaitu : (1) aman artinya tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2) tidak
menyebabkan resistensi hama, (3) musuh alami bekerja secara selektif terhadap
inangnya atau mangsanya, dan (4) bersifat permanen untuk jangka waktu panjang
lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah setabil atau telah terjadi
keseimbangan antara hama dan musuh alaminya. Selain keuntungan pengendalian
hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan seperti : (1) hasilnya sulit
diramalkan dalam waktu yang singkat, (2) diperlukan biaya yang cukup besar pada
tahap awal baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana,
(3) dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena
musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus
dan (4) teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai (Jumar, 2000).
B.
Musuh
Alami
Salah
satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Teori
mendasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh alami
dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya. Taktik pengelolaan hama
melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut
pengendalian hayati (Untung, 2006).
Pemanfaatan
musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan
untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatakan musuh
alami untuk secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid,
predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu
keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila
factor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Henuhili dan Aminatun, 2013). Berdasarkan dari fungsinya musuh alami dapat
dikelompokkan menjadi, parasitoid, predator dan patogen (Ditlintan, 2004).
Konservasi
musuh alami sangat berkaitan erat dengan cara pengelolaan lahan pertanian
(agroekosistem) atau modifikasi faktor lingkungan. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak
awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkatan equilibrium position atau
fluktuasi populasi hama dan musuh alami menjadi seimbang sehingga tidak akan
terjadi ledakan hama (Maredia, et al.,
2003).
C.
Musuh
Alami kelompok Predator
Predator
merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa
serangga lain
(Sunarno, 2012). Serangga
predator adalah serangga yang memangsa serangga lain untuk kelangsungan
hidupnya. Ukuran predator biasanya lebih besar dan ukuran mangsanya. Biasanya
yang bersifat pemangsa adalah stadia aktif (larva/nimfa dan dewasa). Beberapa
predator, terutama dewasanya, memakan nektar atau embun madu sebagai makanan
tambahan, bahkan beberapa kepik pemangsa juga mengisap cairan tanaman, tetapi
tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Serangga predator atau pemangsa
sering dijumpai pada pertanaman dalam jumlah banyak, sehingga berperan penting
dalam mengendalikan populasi hama. Keberadaan predator pada suatu pertanaman
sangat membantu dalam menekan populasi serangga hama, karena sifatnya yang
aktif mencari mangsa dan relatif lebih toleran terhadap insektisida. Oleh
karena itu, tindakan pelestarian (dengan tidak menyemprotkan insektisida pada
pertanaman terlalu awal) dapat meningkatkan populasi predator, sehingga
pemangsa-pemangsa tersebut dapat berperan sebagai faktor mortalitas biotik yang
potensial (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Jumar
(2000) menyatakan bahwa hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi
predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan
predator yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah :
1.
Coleoptera, misalnya Colpodes rupitarsis dan C. saphyrinus (famili Carabidae) sebagai
predator ulat penggulung daun Palagium
sp., Harmonia octamaculata (Famili
Coccniellidae) sebagai predator kutu Jassidae dan Aphididae.
2.
Orthoptera, misalnya Conocephalus longipennis (famili
Tetigonidae) sebagai predator dari telur dan larva pengerek batang padi dan
walang sangit.
3.
Diptera, misalkan Philodicus javanicus dan Ommatius
conopsoides (famili Asilidae) sebagai predator serangga lain. Syrphus serrarius (famili Syrphidae)
sebagai predator berbagai jenis aphids.
4.
Ordonata, misalnya Agriocnemis femina femina dan Agriocnemis
pygmaea (famili Coecnagrionidae) sebagai predator wereng coklat dan ngengat
hama putih palsu. Anax junius (famili
Aeshnidae) sebagai predator dari beberapa jenis ngengat.
5.
Hemiptera, misalnya Cyrtorhinus lividipenis (famili Miridae) sebagai predator telur dan
nimfa wereng coklat dan wereng hijau.
6.
Neuroptera, misalnya Chrysopa sp. (famili Chrysopidae)
sebagai predator berbagai hama Apids
sp.
7.
Hyminoptera, misalnya Oecophylla smaragdina (famili
Formasidae) sebagai predator hama tanman jeruk.
D.
Musuh
Alami kelompok Parasitoid
Parasitoid merupakan
serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid
bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak
terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh
inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya . Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara
perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga,
meskipun serangga dewasa jarang terparasit (Sunarno, 2012).
Menurut
Untung (2006), faktor-faktor yang mendukung
efektifitas pengendalian hama oleh parasitoid adalah: (1) daya kelangsungan
hidup (Survival) baik, (2) hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan
untuk melengkapi daur hidupnya, (3) populasi parasitoid dapat tetap bertahan
meskipun pada aras populasi inang rendah, (4) sebagian parasitoid monofag, atau
oligofag sehingga memiliki kisaran inang sempit. Sifat ini menyebabkan populasi
parasitoid memiliki respon numerik yang baik terhadap perubahan populasi
inangnya.
Parasitoid
juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang:
1.
Parasitoid telur
yaitu parasit yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasit.
Contoh: Anagrus optabilis
2.
Parasitoid larva
yaitu parasit yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat.
Contoh: Apenteles erionotae
3.
Parasitoid pupa
yaitu parasit yang menyerang inang yang berada pada fase pupa atau kepompong.
Contoh Opius sp
4.
Parasitoid imago:
parasit yang menyerang inang yang berada pada fase imago atau serangga dewasa.
Contoh: Aphytis chrysomphali
(Sunarno, 2012).
Perbedaan
karakter parasitoid dan predator telah banyak dihimpun oleh para pekerja
pengendalian hayati. Perbedaan ini terutarna ditekankan pada pola interaksi
antara parasitoid atau predator dengan inang atau mangsanya (Nurindah dan Indrayani,
2002).
Tabel 2. Perbedaan antara parasitoid dan predator.
No.
|
Parasitoid
|
Predator
|
1.
|
Terdiri hanya dan kelompok serangga.
|
Terdiri atas berbagai macam kelompok bewan tidak bertulang
belakang (Invertebrata) dan hewan bertulang belakang (Vertebrata).
|
2.
|
Bersifat spesifik inang (biasanya hanya satu atau
beberapa spesies inang).
|
Biasanya tidak bersifat spesifik mangsa tetapi
spesifik terhadap tipe mangsa.
|
3.
|
Berukuran lebih kecil atau sama dengan inangnya
|
Berukuran sama atau lebih besar daripada mangsanya.
|
4.
|
Memarasit hanya satu inang untuk
melengkapi siklus hidupnya.
|
Memangsa lebih dan satu mangsa untuk melengkapi
siklus hidupnya.
|
5.
|
Inang mati setelah beberapa waktu.
|
Mangsa mati seketika.
|
6.
|
Hanya menyerang serangga.
|
Memangsa bermacam-macam kelompok hewan
|
Sumber:
(Nurindah dan Indrayani, 2002).
E.
Musuh
Alami kelompok Patogen
Patogen
adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi dan menekan
perkembangan serangga hama. Mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan
kematian serangga hama, maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami
serangga hama selain predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam
kegiatan pengendalian. Beberapa patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat
menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga tetapi ada banyak
patogen pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga (Sunarno, 2012).
Oleh karena
kemampuanya membunuh serangga hama sejak lama patogen digunakan sebagai agen
penendali hayati (biological control
agens). Penggunaan patogen sebagai pengendali hama sejak abab ke-18 yaitu
pengendali hama kumbang moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur (Sunarno,
2012). Musuh alami serangga hama dan kelompok rnikroorganisme
yang juga disebut patogen serangga (entomopatogen) terdiri atas empat kelompok
yaitu virus, bakteri, jaur, dan nematoda. Pemanfaatan entomopatogen dalam
program pengendalian hayati adalah digunakannya entompatogen tersebut dalam
suatu formulasi bioinsektisida (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Jamur
yang menginfeksi serangga disebut Jamur Entopatogenik. Saat ini telah dikenal
lebih dari 750 spesies jamur entopatogenik dan sekitar 100 genera jamur.
Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk kedalam tubuh serangga tidak melalui
saluran makanan tetapi langsung masuk kedalam tubuh melalui kulit atau
integumen. Setelah konodia jamur masuk kedalam tubuh serangga, jamur
memperbanyak diri melalui pembentukan hife dalam jaringan epicutikula,
epidermis, hemocoel serta jaringan-jaringan lainnya, dan pada akhirnya semua
jaringan dipenuhi oleh miselia jamur. Ada beberapa jamur yang dapat
mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat
mempengaruhi fisiologis serangga (Sunarno, 2012).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan
dan Alat
Bahan yang
digunakan yaitu beberapa serangga parasitoid dan predator serta jamur
entomopatogen. Alat yang digunakan meliputi cawan petri, kaca pembesar, alat
tulis, kamera dan buku acuan.
B. Prosedur Kerja
1.
Musuh alami yang telah tersedia diamati
morfologinya.
2.
Musuh alami dan bagian tubuhnya digambar
serta diberi keterangan.
3.
Hasil dibandingkan dengan literatur.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Terlampir
(Pada halaman )
B.
Pembahasan
Menurut Untung
(2006) menyatakan bahwa PHT lebih mengutamakan pengendalian dengan memanfaatkan
peran berbagai musuh alami hama. Musuh alami adalah organisme di alam yang
dapat membunuh serangga, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan
kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh
alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang
tidak merugikan.
Musuh
alami serangga hama merupakan agensia hayati yang berperan sebagai salah satu
faktor pembatas perkembangan populasi serangga hama. Dalam pengendalian hama
secara hayati, musuh alami serangga hama merupakan agensia yang dimanfaatkan
untuk menekan populasi hama. Secara ekologi, pengertian pengendalian hayati
adalah pengaluran yang dilakukan oleh musuh alami dalam mengendalikan populasi
serangga hama pada tingkat yang rendah. Dengan demikian, musuh alami merupakan
faktor mortalitas biotik utamra bagi perkembangan populasi serangga hama
(Nurindah dan Indrayani, 2002).
Musuh
alami serangga hama secara umum terdiri atas tiga kelompok, yaitu parasitoid,
predator, dan patogen serangga. Parasitoid merupakan serangga yang hidupnya memarasit
kehidupan inangnya, yang akhirnya menyebabkan kematian inangnya tersebut.
Predator merupakan pemangsa, memakan mangsa secara langsung, sehingga segera
menyebabkan kematian. Patogen serangga merupakan mikroorganisme yang menginfeksi
dan menyebabkan serangga menjadi sakit dan kemudian mati. Parasitoid dan
predator disebut sebagai musuh alami serangga hama dan kelompok arthropoda,
sedangkan patogen serangga juga disebut sebagai musuh alami serangga hama dan
kelompok mikroorganisme (Nurindah dan Indrayani, 2002).
Pengendalian
hayati pada hama tanaman dengan menggunakan jamur entomopatogen merupakan
pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan sebab relatif murah, mudah
dilakukan dan bersifat ramah lingkungan. Ravensberg (2010) menginformasikan
bahwa jamur entomopatogen memainkan peranan penting sebagai patogen serangga
dan dapat menekan serangga melalui epizootic di alam. Jamur dapat menginfeksi
rentang yang sangat luas dari serangga termasuk larva Lepidoptera (Kulkarni and
Lingappa, 2002), nematoda (Kiewnick and Sikora, 2006), kutu daun (Ujjan and
Shahzad, 2012) dan thrips (Ugine et al.,
2005) yang banyak menimbulkan masalah besar pada tanaman pertanian di seluruh
dunia.
Hasil
praktikum acara 2 pengenalan musuh alami hama didapatkan hasil sebagai berikut.
Musuh alami yang diamati yaitu predator antara lain tomcat, laba-laba, kumbang
koksi, lalat pemburu, jamur entomopatogen Metarhizium
sp. dan B. bassiana.
1.
Tomcat (Paederus spp.)
Berdasarkan
pengamatan, tomcat memiliki bagian tubuh yaitu kepala (caput), antenna, thorax,
abdomen. kaki, dan sengat. Menurut Singh and Ali (2007), kumbang tomcat atau
kumbang Paederus termasuk ordo Coleoptera dan famili Staphylinidae. Kumbang ini
memiliki lebih dari 622 spesies salah satu di antaranya terdapat di Indonesia,
yaitu Paederus fuscipes Curtis.
Kumbang tomcat berukuran panjang 7-10 mm dan lebar 0,5 mm. Tubuhnya ramping
dengan ujung bagian perut (abdomen) meruncing, dada (thorax) dan perut bagian
atas berwarna merah muda hingga tua, serta kepala, sayap depan (elytra), dan
ujung perut (dua ruas terakhir) berwarna hitam. Sayap depannya pendek, berwarna
biru atau hijau metalik bila dilihat dengan kaca pembesar. Sayap depan yang
keras menutupi sayap belakang dan tiga ruas perut pertama. Sayap belakang
digunakan untuk terbang. Meskipun dapat terbang, kumbang lebih suka berlari
dengan gesit. Kumbang memiliki kebiasaan yang mudah diidentifikasi, yakni
melengkungkan bagian perutnya bila diganggu dan sedang berlari (Arifin, 2012).

Gambar
1. Tomcat
(Zaqia, 2018)

Gambar 2. Paederus spp.
(Arifin, 2012)
2.
Laba-laba (Lycosa sp.)
Berdasarkan
pengamatan, laba-laba memiliki bagian tubuh yaitu kepala, pedipalp, kaki,
cepalothorax, dan abdomen. Menurut Pradhana et
al., (2014), laba-laba ini mempunyai ukuran 7 - 10 mm, merupakan hewan
berbuku-buku, pada tungkai terdapat duri-duri yang panjang dengan mata
berbentuk segi enam, matanya berwarna gelap (hitam). Laba - laba ini merupakan
laba-laba aktif yang memburu mangsanya. Mangsa/ inang adalah aphid sp dan kutu daun.

Gambar
3. Laba-laba
(Zaqia, 2018)
3.
Kumbang koksi (Epilachna
admirabilis)
Berdasarkan pengamatan,
kumbang koksi memiliki bagian tubuh yaitu kepala, antenna, elytra, abdomen,
kaki, dan pronotum. Kumbang koksi
adalah salah satu serangga dari ordo Coleoptera Famili Coccinellidae. Secara
umum mempunyai bentuk tubuh bulat,
panjang tubuh antara
8-10 mm. Kumbang koksi
mempunyai ciri khas
pada sayap berwana merah
dengan garis dan
bercak hitam yang bervariasi. Kumbang koksi dikenal sebagai sahabat petani karena beberapa anggotanya
memangsa serangga hama seperti spesies aphid.
Walaupun demikian, ada beberapa
spesies koksi yang juga memakan
daun sehingga menjadi
hama tanaman, yaitu
dari sub famili Epilachninae. Serangga
ini memakan daun dari family Solanaceae (Estiarana, 2012).
Kumbang koksi (Epilachna
admirabilis) memiliki penampilan yang
cukup khas sehingga mudah dibedakan dari serangga lainnya. Tubuhnya berbentuk
bulat dengan sayap keras di punggungnya yang disebut dengan elytra. Elitra
berwarna oranye ditambah dengan pola seperti totol-totol berwarna hitam yang
bervariasi pada tiap individu. Elitra pada E.
admirabilis telihat kusam tidak mengkilat. Fungsi elitra adalah sebagai pelindung
sayap belakang. Sayap belakang berwarna bening dan dilipat di bawah sayap depan.
Saat terbang, E. admirabilis mengepakkan
sayap belakangnya secara cepat, sementara sayap depan direntangkan untuk
menambah daya angkat (Trisnadi, 2010).

Gambar 4. Kumbang koksi
(Zaqia, 2018)

Gambar 5.
Kumbang koksi
(Rahmansah, et al., 2014
.
4.
Lalat
Pemburu
Berdasarkan pengamatan, bagian tubuh
lalat pemburu terdiri dari kepala, abdomen, sayap, mesothorax, kaki, dan
antenna. Menurut Simanjuntak (2002), Lalat buas/pemburu adalah pemangsa hama
yang efektif. Lalat ini memakan banyak jenis serangga, dan dapat mengakap
mangsa yang lebih besar. Sebagian lalat buas memangsa serangga yang terbang,
dan sebagian memangsa serangga yang hinggap di tanaman atau di permukaan tanah.
Lalat buas juga menangkap kumang penggerek buah kopi yang sedang terbang dari
buah ke buah lainnya pada siang hari.

Gambar 6. Lalat Pemburu
(Zaqia, 2018)
.

Gambar 7. Lalat
pemburu memangsa serangga hama
(Simanjuntak,
2002)
5.
Jamur Entomopaogen Metarhizium
Berdasarkan
pengamatan, jamur Metarhizium sp.
mempunyai koloni berwarna kuning kehijauan dan menyebar memenuhi seluruh cawan.
Menurut Trizelia et al., (2015),
koloni isolat Metarhizium dengan
warna kuning kehijauan dan putih kekuningan. Wulandari (2011) juga menyatakan
bahwa isolat Metarhizium spp yang
berasal dari rizosfer tanaman cabai memperlihatkan warna koloni yang kuning
kehijauan. Karakterisitik dari cendawan Metarhizium
dibuktikan secara mikroskopis. Konidiofor cendawan tersusun tegak, berlapis,
dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, sedangkan bentuk dari konidia
cendawan bersel satu berwarna hialin, dan berbentuk bulat silinder.

Gambar
7. Isolat jamur Metarhizium
(Zaqiatul Fakhiroh, 2018)

Gambar 8.
Isolat jamur Metarhizium dari tanaman
tomat
(Trizelia et al., 2015)

Gambar 9. Gambar
mikroskopis jamur Metarhizium A=Konidiofor,
B=Konidia
(Trizelia et al., 2015)
6.
Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana
Berdasarkan
hasil pengamatan, koloni jamur B.
bassiana berwarna putih pekat, berbentuk bulat melebar. Menurut Trizelia et al., (2015) cendawan Beauveria berwarna putih dengan
penampilan seperti ditutupi bedak. Karakterisitik dari cendawan Beauveria dibuktikan secara mikroskopis.
Konidiofor cendawan berbentuk tegak dan tunggal dengan ujung konidiofor yang
meruncing. Ujung konidiofor terdapat konidia yang berbentuk bulat, bersel satu
dan berwarna hialin.

Gambar 10.
Biakan jamur B. bassiana
(Zaqia, 2018)

Gambar
11. Penampang makroskopis jamur B.
bassiana
(Trizelia
et al., 2015)

Gambar 12.
Penampang mikroskopis jamur B. bassiana
A=Konidiofor,
B=Konidia
(Trizelia
et al., 2015)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Musuh
alami serangga hama merupakan agensia hayati yang berperan sebagai salah satu
faktor pembatas perkembangan populasi serangga hama. Musuh alami serangga hama
secara umum terdiri atas tiga kelompok, yaitu parasitoid, predator, dan patogen
serangga. Musuh alami golongan predator pada praktikum ini yaitu tomcat (Paederus fuscipens), Coccinella,
laba-laba (Araneae), dan lalat pemburu, sedangkan musuh alami golongan patogen
yaitu jamur entomopatogen Metarhizium sp.
dan B. bassiana.
2.
Parasitoid merupakan serangga yang
hidupnya memarasit kehidupan inangnya, yang akhirnya menyebabkan kematian
inangnya tersebut. Predator merupakan pemangsa, memakan mangsa secara langsung,
sehingga segera menyebabkan kematian. Patogen serangga merupakan mikroorganisme
yang menginfeksi dan menyebabkan serangga menjadi sakit dan kemudian mati.
B. Saran
Sebaiknya,
musuh alami yang diamati lebih banyak dan beragam terutama pada golongan
parasitoid agar praktikan lebih banyak mendapat pengetahuan tentang jenis-jenis
musuh alami.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliyanto, E. dan
Sarno. 2018. Pemantauan keanekaragaman hama dan musuh
alami pada ekosistem tepi dan tengah tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Scientific
Journal. 35(2): 69-74.
Arifin, M. 2012. Pengelolaan kumbang tomcat sebagai
predator hama tanaman dan penular penyakit dermatitis. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. 5(1): 58-64.
Dirjen Perlindungan Tanaman. 2004. Model Budidaya tanaman Sehat (Budidaya
Tanaman Sayuran Secara Sehat Melalui Penerapan PHT). Departemen Pertanian,
Jakarta.
Estiarana. 2012. Klasifikasi Kumbang Kepik Koksi. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Henuhili. V dan T. Aminatun. 2013. Konservasi musuh
alami sebagai pengendali hayati hama dengan pengelolaan ekosistem sawah. J. penelitian saintek. 18 (2): 29-40.
Jumar.
2000. Entomologi Pertanian. Rineka
Cipta, Jakarta.
Kiewnick, S and R.A. Sikora. 2006. Evaluation of Paecilomyces lilacinus strain 251 for
the biological control of the northern root-knot nematode Meloidogyne hapla Chitwood.
Nematology. 8(1): 69-78.
Kulkarni, N.S. and S. Lingappa. 2002. Pathogenicity of
entomopathogenic fungus, Nomuraea rileyi
(Farlow) Samson on lepidopterous pests. Karnataka
Journal of Agricultural Sciences. 15(2): 293-298.
Maredia,
K.M., Dakouo, D., and MotaSanchez, D. 2003. Integrated
pest management in the global area. CABI Publishing, USA.
Nurindah
dan Indrayani. 2002. Musuh Alami Serangga
Kapas. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
Pradhana, R.A.I., G. Mudjiono, dan S. Karindah. 2014.
Keanekaragaman serangga dan laba-laba pada pertanaman padi organik dan
konvensional. Jurnal HPT. 2(2):
59-66.
Rahmansah,
S., R. D. Puspitarini, dan R. Rachmawati. 2014. Kelimpahan
populasi dan jenis kumbang coccinellid pada tanaman cabai besar. Jurnal HPT. 2(3): 82-91.
Ravensberg, W.J. 2010. A Roadmap to the successful development and commercialization of
microbial pest control products for control of arthropods. Springer
Dordrecht Heidelberg, London.
Simanjuntak. 2002. Musuh
Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu
Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Singh, G. and S.Y. Ali. 2007. Paederus dermatitis. Indian J. Dermatol. Venereol. Leprol.
73(1): 13–5.
Sunarno. 2012. Pengendalian hayati (biologi control) sebagai salah satu
komponen pengendalian hama terpadu (PHT). Journal
Uniera. 1(2): 1-12.
Suwahyono, U. 2009. Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan Biopestisida. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Tizelia., N. Armon, dan H. Jailani. 2015.
Keanekaragaman cendawan entomopatogen pada rizosfer berbagai tanaman sayuran. Proseding Seminar Nasional Masyarakat
Biodiversitas Indonesia. 1(5): 998-1004.
Trisnadi, W., 2010. Produktivitas
serasah mangrove di kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Jurnal Biologi. 2(3): 15-23.
Ugine, T.A., S.P. Wraight, M. Brownbridge and J.P.
Sanderson. 2005. Development of a novel bioassay for estimation of median
lethal concentrations (LC50) and doses (LD50) of the entomopathogenic fungus Beauveria bassiana, against western
flower thrips, Frankliniella occidentalis.
Journal of Invertebrate Pathology. 89: 210-218.
Ujjan, A.A. and S. Shahzad. 2012. Use of
entomopathogenic fungi for the control of mustard aphid (Lipaphis erysimi) on canola (Brassica
napus L.). Pakistan Journal of Botany.
44(6): 2081-2086.
Untung,
2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu.
Gajah Mada University Press, Yoyakarta.
Untung, K. dan M. Sudomo. 1997. Pengelolaan Serangga
Secara Berkelanjutan. Makalah Disampaikan
Pada Simposim Entomologi, Bandung.
Wulandari, V.W. 2011. Karakterisasi morfologi dan
fisiologi isolat cendawan Metharizium
spp dari beberapa rhizosfir tanaman. Skripsi.
Universitas Andalas, Padang.
LAMPIRAN


Tomcat dan bagian-bagian
tubuhnya
(Zaqia, 2018)


Laba-laba dan bagian-bagian
tubuhnya
(Zaqia, 2018)


Kumbang koksi dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)


Lalat pemburu dan bagian-bagian tubuhnya
(Zaqia, 2018)


Biakan jamur Metarhizium dan B. bassiana
(Zaqia, 2018)
Best Coin Casino Sites in 2021
BalasHapusWe list the best Coin Casino sites for 2021 in our detailed guide. Discover the best casino online 인카지노 for you. It's a great 바카라사이트 place 제왕 카지노 to have fun at some of the best gambling websites in