LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI (PNA2533)
PENYAKIT TANAMAN
ACARA
I
PENGENALAN
ANTAGONIS

Rombongan
: 1
Kelompok
: 3
1.
Prihatini Puji Lestari (A1D016137)
2.
Delfita Mutiara A.L (A1D016145)
3.
Zaqiatul Fakhiroh (A1D016229)
4.
Nur Khasanah Maulida (A1D116003)
5.
Muhammad Fahmi (A1D115054)
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
LABORATORIUM
PERLINDUNGAN TANAMAN
PURWOKERTO
2018
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam budidaya tanaman sudah tidak asing lagi
jika tanaman terserang suatu penyakit, hal itu dikarenakan berbagai faktor
penyebab patogen tersebut berkembang pada lingkungan budidaya. Untuk mengatasi
hama tersebut maka perlu dilakukan pengendalian, baik secara mekanis, biologis
maupun kimiawi. Akhir-akhir ini banyak sekali digencarkan pengendalian secara
alami atau hayati karena dengan metode ini lebih aman jika dibandingkan dengan
metode secara kimiawi menggunakan bahan sintetis yang memiliki residu.
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah
pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan
penyakit tanaman yang merugikan. Pemanfaatan agens hayati dalam proses produksi
suatu tanaman khususnya dalam menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu
aspek penting yang sangat berpeluang
untuk memberikan jawaban pada petani dalam upaya mencegah terjadinya penggunaan
pestisida yang berlebihan. Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi perkembangan
musuh alami merupakan keberhasilan pengendalian hayati. Perbaikan teknologi
introduksi, mass rearing dan pelepasan di lapangan akan mendukung dan
meningkatkan fungsi musuh alami.
Dalam pengendalian hayati patogen tanaman,
antagonis adalah pengendali hayati yang mempunyai kemampuan menggangu proses
hidup patogen tanaman. Antagonis meliputi semua kelas organisme yaitu jamur,
bakteri, nematoda, protozoa, virus, dan tanaman biji (misalnya: tanaman
perangkap). Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendalian
hayati mampu memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama
fungi yang bersifat patogen. Secara alamiah, pada tanah terdapat mikroorganisme
yang berpotensi untuk menekan perkembangan patogen dalam tanah karena dapat
bersifat antagonis. Sehingga dalam agen hayati ini mampu memberikan manfaat
yang besar dalam bidang sektor pertanian apabila diterapkan.
B.
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya
praktikum ini adalah:
1.
Mengenal antagonis baik jamur dan
bakteri dari biakan murni.
2.
Mengetahui morfologi dari
antagonis.
C.
Manfaat
Manfaat
dilaksanakannya praktikum ini adalah:
1.
Diperolehnya pengetahuan mengenai
antagonis jamur dan bakteri dari biakan murni.
2.
Diperolehnya pengetahuan mengenai
morfologi dari antagonis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengendalian Hayati Penyakit
Tanaman
Pengendalian penyakit tanaman secara hayati
dalam arti luas adalah setiap cara pengendalian penyebab penyakit atau
pengurangan jumlah atau pengaruh patogen tersebut yang berhubungan dengan
mekanisme kehidupan oganisma lain selain manusia. Pengendalian penyakit secara
hayati dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman yan tahan terhadap serangan
patogen tertentu, atau dengan menggunakan mikroorganisme lain yang bersifat
antagonistik atau parasit terhadap patogen tanaman. Beberapa agensia hayati
yang telah diketahui dapat digunakan dalam pengendalian penyakit secara hayati
antara lain jamur dan bakteri (Campbell, 1989).
Tindakan PHT dapat dilakukan dengan
memanfaatkan agens hayati dan bahan nabati yang lebih ramah lingkungan.
Terdapat beberapa jenis agens hayati yang bersifat antagonis terhadap Ralstonia
solanacearum antara lain; Streptomyces
sp., Pseudomonas fluorecens, dan Trichoderma viride (Paath, 2005). Bahan
nabati juga dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena menghasilkan
metabolit sekunder yang bersifat antibakteri. Daun sirih dan kubis ialah
beberapa diantara bahan nabati yang memiliki kemampuan mencegah perkembangan
bakteri di dalam tanah (Maharani et al.,
2014).
Menurut Jumar (2000), pengendalian hayati
memiliki keuntungan yaitu : 1) Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, 2) Tidak menyebabkan
resistensi hama, 3) Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau
mangsanya, dan 4) Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah,
apabila keadaan lingkungan telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara
hama dan musuh alaminya. Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat
kelemahan atau kekurangan seperti : 1) Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu
yang singkat, 2) Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk
penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana, 3) Dalam hal pembiakan
di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh alami menghendaki
kondisi lingkungan yang kusus, dan 4) Teknik aplikasi dilapangan belum banyak
dikuasai.
B.
Uji Antagonis
Antagonis adalah peristiwa yang menyebabkan
tertekannya aktivitas suatu mikroorganisme jika dua mikroorganisme atau lebih
berada pada tempat yang berdekatan. Uji antagonis merupakan uji yang digunakan
membuktikan bahwa mikroorganisme yang bersifat antagonis dapat menghambat
aktivitas mikrooganisme lain yang berada ditempat yang berdekatan.
Mikroorganisme yang bersifat antagonis ini memiliki pertumbuhan yang cepat
sehingga dapat menutupi mikroorganisme yang berdekatan dengannya (Tuju, 2004).
Mikroorganisme dalam tanah dilingkungan alami
mengadakan interaksi dengan mikroorganisme lainnya untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Baker dan Cook (1974) membedakan interaksi antagonisme menjadi
beberapa tipe yaitu hiperparasit, kompetisi, antibiosis, dan lisis. Kompetisi
dapat terjadi dalam hal makanan, air, udara dan ruangan. Kompetisi akan terjadi
jika lebih dari satu macam organisme memenuhi kebutuhannya dari satu sumber
yang sama dan terbatas (Singh & Faul, 1986). Sedangkan parasitisme
merupakan simbiosis antagonistik antara satu organisme dengan organisme
lainnya. Seperti yang terjadi pada parasitisme Trichoderma memasuki hifa R.
solani atau S. rolfsii dengan
menembus dindingnya, membuat lubang penetrasi pada hifa inang.
Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme
yang mempunyai pengaruhyang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh
dan berasosiasidengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu
yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b)
antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senya6a kimia yang
lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi,
hiperparasitisme, dan mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi
langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain. Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah
banyak diujicoba untul mengendalikan penyakit tanaman (Tjahjadi, 1929).
C.
Trichoderma spp.
Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian
hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma
spp. yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan
melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman
dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen
pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung.
Selain itu Trichoderma spp sebagai
jasad antagonis mudah dibiakkan secara massal dan mudah disimpan dalam waktu
lama (Arwiyanto, 2003).
Menurut Thomas dalam Ekowati (2000), Trichoderma sp. mampu memproduksi
protein ekstraseluler yang mampu melisiskan dinding sel patogen yaitu melalui
uji aktivitas enzimatis. Menurut Darmono (1997), molekul antibiosis yang
dihasilkan oleh Trichoderma sp. yaitu
1,3 glukanase dan khitinase. Kedua enzim tersebut menghancurkan glukan dan
kitin yang merupakan komponen dinding hifa dari beberapa cendawan patogen
tanaman.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan
praktikum ini adalah biakan murni, alkohol, dan air steril. Alat yang digunakan
dalam pelaksanaan praktikum ini adalah kapas atau tisue, gelas benda, jarum ose
dan praparat, cover glass, kamera, mikroskop dan alat tulis.
B.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang
dilaksanakan pada saat praktikum antara lain:
1.
Preparat antagonis pada media PDA
diamati dan difoto.
2.
Kaca preparat dan cover glass
disterilkan dengan alkohol.
3.
Satu tetes air steril diambil
dengan menggunakan pipet dan diteteskan pada kaca preparat.
4.
Preparat diambil dengan jarum yang
telah disterilkan dan diletakkan pada kaca preparat.
5.
Preparat ditutup dengan cover
glass dan ditekan sedikit agar preparat menyebar.
6.
Preparat diamati pada mikroskop
dan hasil yang didapatkan difoto serta diberi keterangan secara lengkap
preparat antagonis secara keseluruhan dan ciri-ciri morfologinya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Terlampir
B.
Pembahasan
Cendawan Trichoderma
sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat saprofit yang secara alami
menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman. Cendawan Trichoderma sp. merupakan salah satu
jenis cendawan yang banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan pada
berbagai habitat yang merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat
dimanfaatkan sebagai agens hayati pengendali patogen tanah. Cendawan ini dapat
berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran tanaman (Gusnawaty et al., 2014).
Spesies Trichoderma
sp. disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agens
hayati. Trichoderma sp. dalam
peranannya sebagai agens hayati bekerja berdasarkan mekanisme antagonis yang
dimilikinya (Wahyuno et al., 2009).
Purwantisari (2009), mengatakan bahwa Trichoderma
sp. merupakan cendawan parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari
cendawan lain. Kemampuan dari Trichoderma
sp. ini yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis,
karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan
lain.
Mekanisme yang dilakukan oleh agens antagonis Trichoderma sp. terhadap patogen adalah
mikoparasit dan antibiosis selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah
diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai
substrat, cendawan ini juga memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan
tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003). Selain itu, mekanisme
yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma
sp. yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit
sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah (Sudantha et al., 2011).
Kemampuan masing-masing spesies Trichoderma sp. dalam mengendalikan
cendawan patogen berbeda-beda, hal ini dikarenakan morfologi dan fisiologinya
berbeda-beda (Widyastuti, 2006). Beberapa spesies Trichoderma sp. telah dilaporkan sebagai agens hayati adalah T. harzianum, T. viridae, dan T. koningii
yang tersebar luas pada berbagai tanaman budidaya (Yuniati, 2005). Beberapa
hasil penelitian dilaporkan bahwa Trichoderma
sp. dapat mengendalikan patogen pada tanaman diantaranya Rhizoctonia oryzae yang menyebabkan rebah kecambah pada tanaman padi
(Semangun, 2000), Phytopthora capsici
penyebab busuk pangkal batang pada tanaman lada (Nisa, 2010), dan dapat menekan
kehilangan hasil pada tanaman tomat akibat Fusarium
oxysporum (Taufik, 2008).
Penggunaan agens hayati dalam pengendalian
penyakit tumbuhan bersifat spesifik. Erwanti (2003) menyatakan bahwa,
pengendalian hayati bersifat spesifik lokal yaitu mikroorganisme antagonis yang
terdapat di suatu daerah hanya akan memberikan hasil yang baik di daerah
asalnya. Telah dilaporkan bahwa isolat Trichoderma
sp. yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi dibandingkan dengan isolat
Trichoderma sp. asal Yogyakarta di
lahan pasang surut daerah Kalimantan Selatan (Prayudi et al., 2000). Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (Indigenos) memiliki kemampuan adaptasi
yang tinggi dan berpotensi yang lebih baik dalam menekan patogen yang terdapat
di daerah asalnya dibanding menggunakan isolat yang berasal dari daerah lain.
Hasil dan pengamatan praktikum acara 1
diperoleh informasi sebagai berikut:

Gambar 1. Kolini Jamur Trichoderma sp. Pada Media PDA (Prihatini, 2018)

Gambar 2. Koloni Jamur Trichoderma sp. Pada Media PDA (Delfita, 2018)
Dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2 bahwa
warna koloni Trichoderma sp. memiliki
warna hijau, bentuk koloninya melingkar dan menyebar pada permukaan media.
Berdasarkan hasil penelitian Taribuka et
al. (2016), koloni Trichoderma
isolat Swn-1, Swn-2, Ksn, dan Psr-1 membentuk lingkaran, berwarna hijau gelap
pada setiap lingkaran. Koloni isolat Psr-2 dan Psr-3 tumbuh merata pada
permukaan media dan konidium terbentuk pada pinggir cawan petri. Hal ini
ditandai dengan pinggiran cawan petri yang berwarna hijau gelap (Gambar 3).
Ciri-ciri yang sama dikemukakan oleh Soesanto et al. (2011) yang menemukan isolat Trichoderma 4 dengan bentuk
koloni melingkar serta warna koloni hijau gelap pada lingkaran. Rata-rata
koloni tumbuh penuh mencapai pinggiran cawan petri dalam waktu 5 hari.
Berdasarkan hasil penelitian
Gusnawaty et al. (2014) Karakterisasi
Trichoderma spp. secara makroskopis
meliputi warna koloni dan bentuk koloni yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Perkembangan warna koloni selama 7 hari dan bentuk koloni setiap isolat
(Gusnawaty et al., 2014)
Isolat
|
Waktu Pengamatan Ke- HIS
|
Bentuk
Koloni
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
ASL
|
Putih
|
Putih
|
Putih
kuning agak
kehijauan
|
Putih
kuning agak
kehijauan
|
Hijau
muda agak
kekuningan
|
Hijau
muda agak
kekuningan
|
Hijau
kekuningan
|
Bulat
|
DKP
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
DPA
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
DKT
|
Putih
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
APS
|
Putih
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
LPS
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
LKO
|
Putih
|
Putih
|
Putih
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
BPS
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
LKP
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih hijau
kekuningan
|
Putih hijau
Kekuningan
|
Putih hijau
agak
kekuningan
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
LTB
|
Putih
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
LKA
|
Putih
|
Putih agak
kehijauan
|
Putih agak
kehijauan
|
Hijau
Muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau tua
|
Bulat
|
Tabel 1 berdasarkan penelitian Gunawaty et al., (2014) menunjukkan bahwa dari 11
isolat Trichoderma spp. indigenos
Sulawesi Tenggara yang dikarakterisasi berdasarkan morfologinya terjadi
perkembangan warna koloni yang berbeda dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
Perkembangan warna koloni diawali dengan warna putih, putih agak kehijauan,
hijau muda, hijau dan hijau tua setelah umur 7 hari, namun pada isolat ASL
warna koloni yang terlihat dari hari ke-3 hingga ke-7 terdapat warna
kekuningan, sedangkan pada isolat LKP warna kekuningan hanya terlihat sampai
hari ke-5. Koloni yang terbentuk dari semua isolat adalah bulat.


Gambar 3. Karakteristik morfologi isolat Trichoderma endofitik berumur 5 hari. A.
Isolat Swn-1; B. Isolat Swn-2; C. Isolat Ksn; D. Isolat Psr-1; E. Isolat Psr-2;
dan F. Isolat Psr-3; Bar = 20 μm (Taribuka et
al., 2016)
|
|



Gambar 4. (a) Fialid,
(b) Konidia/phialospore (Zaqia, 2018)
Gambar 4. Menunjukkan bahwa isolat
memiliki fialid yang relatif luas, konidia berbentuk oval, berdinding halus dan
berwarna transparan. Berdasarkan hasil penelitian Taribuka et al. (2016) ukuran konidium isolat Swn-1 (2,80 x 2,47μm) lebih
besar dari ukuran konidium isolat Swn-2 (2,79 x 2,42 μm), isolat Ksn (2,64 x
1,87 μm), dan isolat Psr-1 (2,58 x 2,46μm), namun ukuran konidium isolat Psr-2
(2,83 x 2,52 μm) lebih besar dari ukurana konidium isolat Psr-3 (2,87 x 1,93
μm). Berdasarkan ukuran konidium dan fialid pada isolat Swn-1, isolat Swn-2 dan
isolat Psr-1 merupakan kisaran ukuran dari Trichoderma harzianum Rifai, yaitu
ukuran konidium antara (2,5)2,7-3,5 x 2,1-2,6(-3,0) μm dan ukuran fialid 3,5-7,5
x 2,5-3,8 μm. Warna konidium untuk keenam isolat Trichoderma adalah mempunyai
warna konidium yang sama yaitu hijau. Bentuk konidium isolat Swn-1, Swn-2, Ksn,
Psr-1 dan Psr-2 adalah sama yaitu oval dan bentuk konidium isolat Psr-3 adalah
bulat. Dinding konidium isolat Swn-1, Swn-2, Psr-2 dan Psr-3 tidak berbeda
yaitu tipis dan dinding konidium isolat Ksn dan Psr-1 adalah tebal (Kubicek
& Harman, 1998). Ukuran fialid isolat Swn-1 (7,0 x 3,23 μm) danisolat Swn-2
(6,99 x 3,25 μm) tidak terpaut jauh, juga ukuran fialid isolat Ksn (5,84 x 2,95
μm) dan isolat Psr-1 (5,43 x 3,02 μm), sedangkan ukuran fialid Psr-2 (7,44 x
2,13 μm) sangat berbeda dengan isolat Psr-3 (8,3 x 2,76 μm). Sementara hifa
isolat Swn-1, Swn-2, Ksn, Psr-1, Psr-2 dan Psr-3 tidak ada perbedaan yaitu
hialin dan bersekat (Rifai, 1969).
|


Gambar 5. (c) Konidiofor (Fahmi, 2018)
![]() |
Gambar 6. (d) Cabang
konidiofor (Maulida, 2018) 

Tabel
2. Karakteristik morfologi enam isolat Trichoderma
endofitik (Taribuka et al., 2016)
Morfologi
|
Isolat
|
|||||
Swn-1
|
Swn-2
|
Ksn
|
Psr-1
|
Psr-2
|
Psr-3
|
|
Bentuk
koloni
|
Bulat,
membentuk
lingkaran
|
Bulat,
membentuk
lingkaran
|
Bulat,
membentuk
lingkaran
|
Bulat,
membentuk
lingkaran
|
Tumbuh
merata pada
permukaan
media
|
Tumbuh
merata pada
permukaan
media
|
Warna
koloni
|
Hijau gelap
|
Hijau
gelap
|
Hijau
gelap
|
Hijau
gelap
|
Hijau
gelap
|
Hijau-kuning
kusam
|
Bentuk
konidium
|
Oval
|
Oval
|
Oval
|
Oval
|
Bulat
|
Oval
|
Ukuran
konidia
|
2,80
x 2,47 μm
|
2,79
x 2,42 μm
|
2,64
x 1,87 μm
|
2,58
x 2,46 μm
|
2,83
x 2,52 μm
|
3,21
x 1,93 μm
|
Warna
konidium
|
Hijau
muda
|
Hijau
muda
|
Hijau
|
Hijau
muda
|
Hijau
|
Hijau
|
Dinding
konidium
|
Tipis
|
Tipis
|
Tebal
|
Tebal
|
Tipis
|
Tipis
|
Ukuran
fialid
|
7,01
x 3,23μm
|
6,99
x 3,25 μm
|
5,84
x 2,95 μm
|
5,43
x 3,02 μm
|
7,44
x 2,13 μm
|
8,3
x 2,76 μm
|
Hifa
|
Hialin,
bersekat
|
Hialin,
bersekat
|
Hialin,
bersekat
|
Hialin,
bersekat
|
Hialin,
bersekat
|
Hialin,
bersekat
|
Berdasarkan hasil penelitian
Gusnawaty et al. (2014), Karakterisasi
Trichoderma sp. secara mikroskopis
yakni bentuk konidiofor, fialid dan konidia (Tabel. 3) menggunakan buku
identifikasi Watanabe (2002) dan Domsch et
al., (1980).
Tabel
3. Spesies Trichoderma sp. dari 11
isolat berdasarkan bentuk konidiofor, fialid dan konidia (Gusnawaty et al., 2014)
No.
|
Spesies
|
Isolat
|
mikroskopis
|
||
Konidiofor
|
Fialid
|
Konidia
|
|||
1.
|
T. hamantum
|
ASL
|
Tegak,
bercabang
|
Pendek,
tebal
|
Oval
|
2.
|
T. koningii
|
DKP,
DPA, DKT, APS
|
Tegak,
bercabang
|
Kecil,
lancip
|
Oval
|
3.
|
T. harzianum
|
LPS,
LKO, BPS
|
Tegak,
bercabang
|
Pendek,
lebih tebal
|
Oval
|
4.
|
T. polysporum
|
LKP
|
Bercabang
|
Panjang,
luas
|
Oval
|
5.
|
T. aureoviride
|
LTB,
LKA
|
Bercabang
|
Pendek,
tebal, vertikal
|
Oval
|
Berdasarkan hasil penelitian
Gusnawaty et al. (2014) bahwa dari 11
isolat Trichoderma spp. yang diteliti
diperoleh lima spesies yang berbeda yaitu T.
Hamantum, T. Koningii, T. Harzianum, T. Polysporum, dan T. Aureoviride. Tiap spesies memiliki karakteristik morfologi yang
berbeda-beda.

Gambar 7. Trichoderma
hamantum; (a) koloni pada media PDA, (b) konidiofor, (c) fialid, dan (d)
konidia (Gusnawaty et al., 2014).
Gambar 7 menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki bentuk konidiofor yang dikembangkan pada struktur bantal
berbentuk tegak, bercabang yang tersusun vertikal. Fialid pendek dan tebal,
konidia hijau muda, berdinding halus dan berbentuk oval. Koloni pada media PDA
berwarna putih awalnya, kemudian hijau kekuningan dan berbentuk bulat. Koloni
pada media PDA mencapai diameter lebih dari 7 cm dalam waktu lima hari
(Gusnawaty et al., 2014).

Gambar 8. Trichoderma
koningii (a) koloni pada media PDA, (b) konidiofor, (c) fialid, dan (d)
konidia (Gusnawaty et al., 2014).
Gambar 8 menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki bentuk konidiofor tegak, bercabang tersusun vertikal. Fialid
lancip ke arah puncak dan konidia berdinding halus dan kasar berwarna hijau
berbentuk oval. Koloni pada media PDA mencapai lebih dari 5 cm dalam waktu 5
hari dan koloninya berwarna hijau serta berbentuk bulat (Gusnawaty et al., 2014).

Gambar 9. Trichoderma
harzianum; (a) koloni pada media PDA, (b) konidiofor, (c) fialid, dan (d)
konidia (Gusnawaty et al., 2014).
Gambar 9 menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki bentuk konidiofor tegak, bercabang yang tersusun vertikal.
Fialid pendek dan tebal. Konidia hijau dan berbentuk oval. Koloni pada media
PDA berwarna hijau tua dan berbentuk bulat. Diameter koloni mencapai lebih dari
9 cm dalam waktu 5 hari (Gusnawaty et al.,
2014).

Gambar 10. Trichoderma
polysporum: (a) koloni pada media PDA, (b) konidiofor, (c) fialid, dan (d)
konidia (Gusnawaty et al., 2014).
Gambar 10 menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki bentuk konidiofor bercabang dan berakhir steril. Fialid
relatif luas, konidia pendek berdinding halus berwarna hijau dan berbentuk
oval. Koloni pada media PDA berwarna hijau tua dan tumbuh relatif lebih lambat,
ukurannya mencapai 7 cm dalam waktu 10 hari (Gusnawaty et al., 2014).

Gambar 11. Trichoderma
aureoviride; (a) koloni pada media PDA, (b) konidiofor, (c) fialid, dan (d)
konidia (Gusnawaty et al., 2014).
Gambar 11 menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki bentuk konidiofor bercabang. Massa spora (konidium) berada
pada setiap fialid. Fialidnya vertikal, pendek dan tebal. Konidia hijau dan
berbentuk oval. Koloni pada media PDA berwarna hijau tua, permukaannya lembut
dan berbentuk bulat (Gusnawaty et al.,
2014).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Salah satu contoh jamur antagonis
adalah Trichoderma sp. Trichoderma sp. merupakan cendawan
parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari cendawan lain.
Kemampuan dari Trichoderma sp. ini
yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena
memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain.
2.
Karakterisasi Trichoderma spp. secara makroskopis
meliputi warna koloni dan bentuk koloni. Sedangkan karakterisasi Trichoderma spp. secara mikroskopis
yakni bentuk konidiofor, fialid dan konidia
B.
Saran
Lebih banyak dikenalkannya jamur antagonis
pada praktikan sehingga praktikan lebih banyak mengetahui tentang jenis-jenis
jamur yang mempunyai sifat antagonis.
DAFTAR
PUSTAKA
Arwiyanto T. 2003. Pengendalian
Hayati Penyakit Layu Bakteri Tembakau. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.
Baker, K. F dan R. J. Cook.
1974. Biological control of microbial
plant pathogen. Freeman WH. San Fransisco.
Campbell, R. 1989. Biological Control Of Microbial Plant
Pathogens. Cambridge University Press. New York.
Domsch KH, Gams W and Anderson
TH. 1980. Compendium of Soil Fungi.
Volume 1. Academic Press, London.
Erwanti, Mardius Y, Habazar T
dan Bachtiar A. 2003. Studi Kemampuan Isolat-Isolat Jamur Trichoderma spp. yang Beredar di Sumatra Barat Untuk Mengendalikan
Jamur Patogen Sclerotium Roflsii pada Bibit Cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI, 22-24
Agustus 2003. Bogor.
Gusnawaty H.S, Muhammad T., Leni
T., dan Asniah. 2014. Karakterisasi Morfologis Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos 4 (2): 87-93.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
Kubicek CP, & Harman GE.
1998. Trichoderma and Gliocladium Vol.1. Basic biology, taxonomy
and Genetic. Taylor & Francis Ltd. 1 Gunpowder Square, London. UK. Taylor
& Francis Inc, 1900 Frost Road, Suite 101. Bristol. USA.
Maharani, K.E., L.Q. Aini dan T.
Wardiyati. 2014. Aplikasi Agens Hayati dan Bahan Nabati sebagai Pengendalian
Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Budidaya Tanaman Tomat. Jurnal Produksi Tanaman 1 (6): 506-513.
Nisa NK. 2010. Isolasi Trichoderma spp. Asal tanah dan
aktivitas penghambatannya terhadap pertumbuhan Phytopthora capsici penyebab penyakit busuk pangkal batang lada.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Paath, J.M. 2005. Pengendalian
Penyakit Layu Bakteri Pada Tanaman Tomat Dengan Pestisida Nabati. Eugenia 11 (1): 47-55.
Prayudi B, Budiman A, Rystham MA
dan Rina Y. 2000. Trichoderma harzianum
Isolat Kalimantan Selatan Agensia Pengendali Hawar Pelepah Daun Padi dan Layu
Semai Kedelai di Lahan Pasang Surut. Prosiding
Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Banjar Baru.
Purwantisari S. 2009. Isolasi dan
Identifikasi Cendawan Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian
Kentang Organik di Desa Pakis. Magelang. Jurnal
BIOMA. ISSN: 11 (2): 45.
Rifai MA. 1969. A revision of
the genus Trichoderma. Mycol. Papers 116(1):1-56.
Semangun H. 2000. Ilmu penyakit tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Soesanto L, Utami DS, &
Rahayuniati RF. 2011. Morphological characteristics of four Trichoderma isolates and two endophytic Fusarium isolates. Can. J. on Scientific and Industrial Res.
2(8): 294-306.
Sudantha IM, Kesratarta I,
Sudana. 2011. Uji Antagonisme Beberapa Jenis Jamur Saprofit Terhadap Fusarium oxysporum F. Sp. Cubense
Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Pisang Serta Potensinya Sebagai Agens
Pengurai Serasah. UNRAM, NTB. Jurnal
Agroteksos 21 (2): 2-3.
Taribuka J., Christanti S., SM
Widyastuti, dan Arif W. 2016. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang. J. HPT Tropika 16 (2): 115- 123.
Taufik M. 2008. Efektivitas
Agens Antagonis Trichoderma sp. pada
Berbagai Media Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Sulawesi Selatan. Makassar.
Tjahjadi, F. 1929. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius.
Yogyakarta
Wahyuno D, Manohara D, dan Mulya
K. 2009. Peranan Bahan Organik pada Pertumbuhan dan Daya Antagonisme Trichoderma harzianum Dan Pengaruhnya
Terhadap P. capsici. pada Tanaman
Lada. Jurnal Fitopatologi Indonesia
7: 76−82.
Watanabe T. 2002. Pictorial
atlas of soil and seed fungi morphologies of cultured fungi and key to species.
CRC Press LLC. U.S.A.
Widyastuti SM, Sumardi, Irfa dan Harjono, 2006. Aktivitas
Penghambatan Trichoderma spp.
Terformulasi Terhadap Jamur Patogen Tular Tanah Secara In-Vitro. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 8:
27-39.
Yuniati. 2005. Pengaruh Pemberian Beberapa Spesies Trichoderma sp. dan Pupuk Kandang
Kambing Terhadap Penyakit Layu Fusarium
oxysporum F. Sp Lycopersici pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Skripsi.
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah.
Malang.
LAMPIRAN


Penampakan Makroskopis Jamur Trichoderma sp.



Penampakan Mikroskopis Jamur Trichoderma sp.
LuckyClub Casino Site & Website Review
BalasHapusLucky Club has over 20 years experience providing world class gambling experience. With a large welcome bonus, a great range of luckyclub games, Rating: 7.4/10 · Review by LuckyClub.com